Penjelasan Singkat Tentang Rabu Wekasan


Rabu Wekasan (Jawa: Rebo Wekasan) adalah tradisi ritual yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, guna memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dll.


Rabu Wekasan alias rabu terakhir bulan sofar yang pada tahun 2017 ini jatuh pada Rabu (15/11/2017), Besok.

Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi).

Di kitab Mujarrobat disebutkan bahwa ada wali Allah alias orang yg mukasyafah berkata bahwa pada rabu wekasan Allah menurunkan 320.000 bala dan penyakit jatah satu tahun.
Nah, agar terhindar musibah dan penyakit itu, dianjurkan salat empat rakaat. Tiap rakaat baca alkautsar 17x, al-Ikhlas 5x, al-Falaq dan AnNas satu kali.

Menurut Pendapat Syaikh Hasyim Asya’ari berfatwa bahwa shalat Rebo Wekasan tidak boleh dilakukan.
Melainkan mengganti dengan Niat shalat sunat mutlak atau niat shalat hajat.
Menurut Pengasuh PP Al Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas KH Jamaludin Ahmad dawuh, menyarankan, niat shalat sunat mutlak.
Setelah shalat, berdoa tolak balak. Termasuk balak bagi kaum muslimin adalah dipimpin penguasa dzolim dan kafir.

Didalam kitab Kanzun Najah Was Surur.
Dalil rabu wekasan..
“Dari Ibn Abbas , Nabi bersabda: “ Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus.”
(HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam al-Tafsir dan al-Khathib al-Baghdadi) . (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).
Hadits di atas kedudukannya dha’if (lemah). Tetapi meskipun hadits tersebut lemah, posisinya tidak dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan bab targhib dan tarhib (anjuran dan peringatan).

Maka tidaklah salah jika kita katakan rabu terakhir bulan safar ada kesialan. Sebagaimana tidak salah pula jika kita katakan rabu terakhir bulan jumadil awal ada kesialan begitu pula bulan-bulan lain seperti yang tertera dalam hadits tadi.

Dalil bolehnya Shalat untuk memohon pertolongan dari Allah agar terhindar dari musibah dan bencana.
Didalam al-Qur'an di sebutkan:
"Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan sholat."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 45)
Dalam satu hadist yang di riwayatkan oleh imam Abu Daud disebutkan:
"Rasulullah bila mengalami suatu perkara maka beliau segera melakukan shalat"

Di dalam kitab tafsir Ibu Katsir dikutip hadist berkenaan tafsir surat al-Baqarah: Ayat 45 :
Muhammad ibn Nasr al-Marwazi meriwayatkan hadits di dalam Kitab Shalat, bahwasanya Hudzaifah telah menceritakan;
"Aku kembali kepada nabi pada malam perang ahzab dan nabi saat itu beliau berselimut dengan jubah dalam keadaan shalat, dan beliau jika menghadapi suatu perkara yang besar, beliau selalu shalat."

Dari Abu Ishaq mendengar dari Abu Hariqah bin Mudarrib bahwa ia mendengar sahabat Ali radhiyallahu anhu mengatakan; "sesungguhnya aku di malam perang badar melihat semua pasukan muslimin tertidur kecuali Rasulullah yang selalu shalat dan berdoa hingga waktu subuh"

TATA CARA SHALAT RABU WEKASAN
Niat Sholat : Usholli sunnatan mutlaqotan / liqodloil hajati rokatainii lillaahi ta’ala.
Artinya : Aku berniat shalat mutlaq / hajat dua raka’at sunnat karena Allah SWT
Waktu pelaksanaannya dimulai malam rabu (maghrib) sampai malam kamis (magrib). Sebaiknya dilakukan setelah matahari terbit atau masuk waktu dhuha di hari rabu.

KESIMPULAN
Tradisi Rebo Wekasan memang bukan bagian dari Syariat Islam, akan tetapi merupakan tradisi yang positif karena:
(1) menganjurkan shalat dan doa;
(2) menganjurkan banyak bersedekah;
(3) menghormati para wali yang mukasyafah (QS. Yunus : 62).

Karena itu, hukum ibadahnya sangat bergantung pada tujuan dan teknis pelaksanaan.
Jika niat dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka hukumnya boleh.
Tapi bila terjadi penyimpangan (baik dalam keyakinan maupun caranya), maka hukumya haram.

Bagi yang meyakini silahkan mengerjakan tapi harus sesuai aturan syariat. Bagi yang tidak meyakini tidak perlu mencela atau mencaci-maki.

Wallahu A'lam....
Semoga Bermanfaat

0 Response to "Penjelasan Singkat Tentang Rabu Wekasan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel