Penjelasan Singkat Tentang Rabu Wekasan
November 13, 2017
Add Comment
Rabu Wekasan (Jawa: Rebo Wekasan) adalah tradisi ritual yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, guna memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dll.
Rabu
Wekasan alias rabu terakhir bulan sofar yang pada tahun 2017 ini jatuh pada
Rabu (15/11/2017), Besok.
Asal-usul
tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H)
dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli
Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi).
Di
kitab Mujarrobat disebutkan bahwa ada wali Allah alias orang yg mukasyafah
berkata bahwa pada rabu wekasan Allah menurunkan 320.000 bala dan penyakit
jatah satu tahun.
Nah,
agar terhindar musibah dan penyakit itu, dianjurkan salat empat rakaat. Tiap
rakaat baca alkautsar 17x, al-Ikhlas 5x, al-Falaq dan AnNas satu kali.
Menurut
Pendapat Syaikh Hasyim Asya’ari berfatwa bahwa shalat Rebo Wekasan tidak boleh
dilakukan.
Melainkan
mengganti dengan Niat shalat sunat mutlak atau niat shalat hajat.
Menurut
Pengasuh PP Al Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas KH Jamaludin Ahmad dawuh,
menyarankan, niat shalat sunat mutlak.
Setelah
shalat, berdoa tolak balak. Termasuk balak bagi kaum muslimin adalah dipimpin
penguasa dzolim dan kafir.
Didalam
kitab Kanzun Najah Was Surur.
Dalil
rabu wekasan..
“Dari
Ibn Abbas , Nabi ﷺ bersabda: “ Rabu
terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus.”
(HR.
Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam al-Tafsir dan al-Khathib
al-Baghdadi) . (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1,
hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal
al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).
Hadits
di atas kedudukannya dha’if (lemah). Tetapi meskipun hadits tersebut lemah,
posisinya tidak dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan bab
targhib dan tarhib (anjuran dan peringatan).
Maka
tidaklah salah jika kita katakan rabu terakhir bulan safar ada kesialan.
Sebagaimana tidak salah pula jika kita katakan rabu terakhir bulan jumadil awal
ada kesialan begitu pula bulan-bulan lain seperti yang tertera dalam hadits
tadi.
Dalil
bolehnya Shalat untuk memohon pertolongan dari Allah ﷻ
agar terhindar dari musibah dan bencana.
Didalam
al-Qur'an di sebutkan:
"Dan
mohonlah pertolongan dengan sabar dan sholat."
(QS.
Al-Baqarah: Ayat 45)
Dalam
satu hadist yang di riwayatkan oleh imam Abu Daud disebutkan:
"Rasulullah
ﷺ
bila mengalami suatu perkara maka beliau segera melakukan shalat"
Di
dalam kitab tafsir Ibu Katsir dikutip hadist berkenaan tafsir surat al-Baqarah:
Ayat 45 :
Muhammad
ibn Nasr al-Marwazi meriwayatkan hadits di dalam Kitab Shalat, bahwasanya
Hudzaifah telah menceritakan;
"Aku
kembali kepada nabi ﷺ pada malam perang
ahzab dan nabi ﷺ saat itu beliau
berselimut dengan jubah dalam keadaan shalat, dan beliau jika menghadapi suatu
perkara yang besar, beliau selalu shalat."
Dari
Abu Ishaq mendengar dari Abu Hariqah bin Mudarrib bahwa ia mendengar sahabat
Ali radhiyallahu anhu mengatakan; "sesungguhnya aku di malam perang badar
melihat semua pasukan muslimin tertidur kecuali Rasulullah ﷺ
yang selalu shalat dan berdoa hingga waktu subuh"
TATA
CARA SHALAT RABU WEKASAN
Niat
Sholat : Usholli sunnatan mutlaqotan / liqodloil hajati rokatainii lillaahi
ta’ala.
Artinya
: Aku berniat shalat mutlaq / hajat dua raka’at sunnat karena Allah SWT
Waktu
pelaksanaannya dimulai malam rabu (maghrib) sampai malam kamis (magrib).
Sebaiknya dilakukan setelah matahari terbit atau masuk waktu dhuha di hari
rabu.
KESIMPULAN
Tradisi
Rebo Wekasan memang bukan bagian dari Syariat Islam, akan tetapi merupakan
tradisi yang positif karena:
(1)
menganjurkan shalat dan doa;
(2)
menganjurkan banyak bersedekah;
(3)
menghormati para wali yang mukasyafah (QS. Yunus : 62).
Karena
itu, hukum ibadahnya sangat bergantung pada tujuan dan teknis pelaksanaan.
Jika
niat dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka hukumnya boleh.
Tapi
bila terjadi penyimpangan (baik dalam keyakinan maupun caranya), maka hukumya
haram.
Bagi
yang meyakini silahkan mengerjakan tapi harus sesuai aturan syariat. Bagi yang
tidak meyakini tidak perlu mencela atau mencaci-maki.
Wallahu
A'lam....
Semoga
Bermanfaat
0 Response to "Penjelasan Singkat Tentang Rabu Wekasan"
Posting Komentar